Ada banyak cara untuk mengurangi perokok, seperti yang dilakukan oleh China. Negeri itu membatasi adegan merokok di setiap tayangan film dan serial televisi, menyusul kekhawatiran atas kegagalan menolong 300 juta warganya berhenti merokok.
Badan Pemerintah tentang Radio, Film dan Televisi (SARFT) sebagai pengawas media China memerintahkan "kontrol ketat" atas adegan merokok dan melarang anak-anak hadir di adegan yang melibatkan seseorang sedang merokok.
Merek sigaret juga dilarang muncul di film dan serial televisi dan adegan merokok harus sesingkat mungkin. Demikian dilansir AFP, Minggu (13/2/2011). Lembaga sensor dan penyiaran juga diminta rajin menggunting adegan merokok.
Kantor berita resmi China, Xinhua, melaporkan, survei yang melibatkan 11 ribu siswa sekolah menengah di Beijing menunjukkan, nyaris 35% responden ingin mencoba merokok setelah melihat para pemain merokok di televisi.
Tembakau adalah pembunuh utama di China—negeri yang menjadi produsen dan konsumen terbesar tembakau di dunia—dan dampak merokok serta paparan asap rokok memakan biaya medis dan sosial yang tinggi.
Bulan lalu, ahli medis China dan asing mengeluarkan laporan gabungan yang memperingatkan bahwa kematian akibat merokok di negeri itu akan berlipat tiga kali pada 2030.
Laporan itu menyatakan, lebih dari 3,5 juta warga China bisa meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok setiap tahun pada 2030, atau meningkat dari 1,2 juta pada 2005, bila langkah yang tegas tidak diambil.
Cina menjadi peserta Kerangka Konvensi Pengendalian Dampak Tembakau (FCTC) WHO lima tahun lalu. Para ahli mengatakan pemerintah China tertinggal dalam pelaksanaan persyaratan FCTC, termasuk larangan merokok dalam ruangan sehingga orang bebas untuk merokok di restoran dan perkantoran.
FCTC adalah konvensi atau treaty yaitu bentuk hukum internasional dalam mengendalikan masalah tembakau/rokok yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum bagi negara-negara yang meratifikasinya. Di dalam negeri, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi konvensi ini. Kementerian Kesehatan yang berniat menekennya harus berhadapan dengan kementerian lainnya sehingga langkahnya terganjal. (Detik)
No comments:
Post a Comment